Konsep Self-help (Swadaya)
Ide swadaya adalah salah satu ciri yang membedakan beberapa teori pengembangan masyarakat, praktik, dan ideologi (Bilinski, 1969). Swadaya didasarkan pada premis bahwa orang bisa, akan, dan harus bekerja sama untuk memecahkan masalah masyarakat. Konsep swadaya membangun rasa lebih kuat dari masyarakat dan dasar bagi kerjasama untuk masa depan. Ini akan menggagas masyarakat untuk bisa mencapai penentuan nasib yang lebih baik.
Tanpa komitmen untuk swadaya, komunitas mungkin ada hanya sebagai suatu tempat, organisasi, atau kelompok kepentingan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk bertindak sendiri secara efektif. Singkatnya, swadaya merupakan strategi pembangunan masyarakat. Swadaya adalah suatu perencanaan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah yang selalu ada pada masyarakat (Christenson dan Robinson, 1980).
Komitmen untuk swadaya adalah bagian dari spesifikasi normatif kehidupan masyarakat. Ada anggapan, dalam banyak kasus didukung oleh kebijakan nasional, bahwa masyarakat berkomitmen untuk swadaya adalah ciri yang tidak terpisahkan dari gagasan yang lebih luas dari strategi pembangunan sosial dan ekonomi di banyak negara. Swadaya ditekankan tidak hanya sebagai tujuan yang akan dicapai dalam dan dari dirinya sendiri, tetapi juga sebagai strategi untuk pemenuhan tujuan pembangunan yang lebih luas (Bilinski, 1969).
Membantu masyarakat mencapai kapasitas untuk swadaya adalah dasar teori dan praktik pembangunan masyarakat. Jika semangat swadaya tidak ada dalam masyarakat sebagai perpanjangan dari dedikasi para anggota untuk tujuan bersama dan saling menghormati, maka, dari perspektif community development atau pemberdayaan, untuk bisa swadaya mungkin butuh bantuan dari seorang praktisi pembangunan masyarakat di luar atau di dalam organisasi.
Swadaya diharapkan dapat memperbaiki kondisi hidup masyarakat, fasilitas, dan/ atau jasa, juga dapat menekankan bahwa proses perbaikan sangat penting untuk community development. Penekanan community development dalam swadaya muncul sebagai komponen dari strategi modernisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi kehidupan.
Munculnya Pekerja Community Development
Di banyak tempat, di mana strategi swadaya dimulai, perencana merasa bahwa rasa yang kuat dapat tercipta dengan hanya menanamkan gagasan bahwa orang-orang biasa bisa campur tangan dalam membangun nasib mereka sendiri. Frustasi akan ditemui sesering kesuksesan, namun pengalaman ini memberikan kontribusi terhadap perbaikan prosedur swadaya yang dikerjakan oleh para pekerja community development.
Tujuan antara Konflik Lokal dan Nasional
Dalam upaya awal, jarang difokuskan untuk melihat kemungkinan ketidakcocokan antara tujuan pembangunan nasional dengan rencana dan aspirasi masyarakat. Apabila terjadi ketidakcocokan, itu menjadi tugas pekerja community development untuk bisa keluar dari kesulitan dan mengatasi perlawanan dari masyarakat. Perlawanan sering ditafsirkan sebagai indikasi kegagalan. Padahal, rencana adalah produk dari sebuah proses. Pada masyarakat yang komprehensif, pengembangan swadaya sering kandas ketika kekuatan ekonomi dan politik tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
Swadaya di Negara-negara Industri
Sementara pendekatan swadaya sedang digunakan secara luas dan beragam di banyak negara, perspektif yang berbeda pada masyarakat, swadaya, dan pengembangan muncul di negara-negara industri. Russell-Erlich dan Rivera (1987), menguraikan tujuan ideologi swadaya menjadi "self-determination", "community control", dan "power to the people".
Pembangunan sosial dianggap tidak berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan kecanggihan teknologi. Perspektif swadaya menekankan semangat kerjasama dan saling meningkatkan upaya di antara anggota masyarakat, juga mengakui bahwa banyak segi politik, ekonomi, dan teknologi modern yang telah merusak hubungan manusia.
Transportasi dan teknologi komunikasi telah memperluas batas-batas interaksi masyarakat secara sosial, politik, dan ekonomi. Singkatnya, masyarakat telah menjadi semakin tergantung pada kekuatan politik di mana mereka hanya memiliki sedikit hak kendali (Wilkinson, 1986).
Kondisi dunia modern ini telah memberikan kontribusi, yaitu menghasilkan pertumbuhan ekonomi (meskipun tidak merata) dan telah memperluas jangkauan kesehatan profesional, pendidikan, dan layanan lainnya sekaligus mengikis beberapa kapasitas daerah untuk swadaya, kerjasama, kolaborasi, dan self-determination. Kondisi ini juga berfungsi untuk mengingatkan bahwa pola swadaya adalah produk dari sejarah dan kondisi sosial yang berlaku dalam masyarakat yang berbeda (Bender, Bargal, dan Gidron, 1986).
Refleksi pada Self-Help
Komitmen swadaya sebagai strategi pemberdayaan dan peningkatan telah mendorong kritik yang ideologis dan praktis. Refleksi seperti ini membantu peningkatan pemahaman tentang peran yang dapat bermain pada konsep pembangunan sosial yang lebih luas. Kotze (1987) menegaskan bahwa prinsip "swadaya" dalam CD (community development) tetap jelas.
Awalnya, hal itu tidak dirumuskan sebagai perangkat kemandirian. Itu mungkin lebih dimaksudkan sebagai motivasi bagi masyarakat miskin untuk menggunakan sumber daya lokal yang mereka miliki. Tetapi, perkembangan itu tidaklah mudah, jika menyadari bahwa masyarakat tidak bisa hidup dan berkembang dalam isolasi. Pemberian bantuan eksternal diperbolehkan, tetapi harus dalam bentuk barang, tenaga kerja atau pengetahuan.
Swadaya sebagai Ideologi
Penulis lain menekankan pentingnya menyadari bahwa swadaya merupakan ideologi, misalnya, "yang diwujudkan dalam praktik, baik formal dan institusional" (Sayer, 1986:296). Pengamatan Sayer memberikan alasan untuk refleksi para praktisi yang menganggap karya komunitas mereka sebagai ideologi netral. Diakui atau tidak, ada nilai-nilai yang terlibat dalam memfasilitasi swadaya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tetapi sebagai fokus pembangunan, telah ditambahkan pembangunan sosial, yaitu pengembangan masyarakat sendiri, untuk pertumbuhan ekonomi dan perubahan teknologi.
Bender (1986:81) menekankan bahwa kelompok mandiri dapat memberikan kontribusi penting yang menyatakan bahwa “kelompok mandiri dapat memberikan suatu arena bagi individu untuk memperkuat identitas, mengembangkan perasaan memiliki, dan mengembangkan keterampilan mengatasi dan bertindak. Mereka memperkuat dan memberikan izin serta kekuasaan pada individu untuk bertindak atas nama sendiri dan atas nama kelompok.”
Banyak diskusi swadaya terjadi pada tingkat idealis seolah-olah orang umumnya bebas untuk mengatur dan mengejar kepentingan mereka dengan seefektif mungkin. Swadaya sebagian besar terletak pada asumsi bahwa ada kebebasan berserikat dan akibatnya asosiasi sukarela dapat memainkan peran utama dalam pembangunan. Namun, Kotze (1987) mengingatkan kita bahwa patut dipertanyakan apakah kebebasan seperti itu ada di semua masyarakat.
Implikasi (keterlibatan) untuk Praktik Swadaya Kontemporer
Swadaya, awalnya dirumuskan dalam pengaturan sederhana terkait dengan kebutuhan primer, yang kini dapat efektif dalam dunia kompleks seperti sekarang. Berikut beberapa kondisi dan implikasi yang dapat dijalankan.
- Partisipasi dan pengambilan keputusan demokratis
- Literatur swadaya berkelanjutan untuk memberi tekanan yang dapat membawa masyarakat bersama-sama mendiskusikan keanekaragaman minat mereka yang akan membawa kepada suatu pernyataan yang sedang dicapai dan untuk merencanakan aksi yang sedang dibuat dan diterapkan.
- Secara kuantitas, masyarakat yang terlibat dan prosedur demokratis jarang bisa efisien dalam mencapai keputusan dengan cepat. Masyarakat yang terlibat dalam suatu proses penentuan keputusan akan menambah kompleksnya suatu keputusan dan hal ini menghabisakan banyak waktu.
- Karena hal di atas dapat menjadi suatu masalah teknis, maka pemimpin komunitas membuat keputusan dan mengambil tindakan tanpa banyaknya masukan dari komunitas itu sendiri. Keadaan seperti ini menjadi tantangan bagi community develompent untuk mengumpulkan partisipasi pada usaha swadaya ini. Yang menjadi hal penting adalah memastikan masyarakat mengerti bahwa partisipasi mereka dapat membuat perubahan dan untuk memulai diskusi swadaya, mereka mau dan mampu untuk membuat perubahan.
- Jelas terdapat perbedaan yang tipis antara mempertahankan norma swadaya dan menjadi sangat tergantung pada sumber daya eksternal. Ketergantungan dapat memadamkan semangat swadaya.
- Masyarakat atau kelompok anatomi
- Sebuah usaha dapat dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang muncul dari suatu krisis kemudian menunjukkan pilihan suatu masyarakat untuk menunjukan yang dibutuhkan.
- Swadaya sebagai proses dalam masyarakat
- Model swadaya sering disajikan sebagai proses mandiri, yaitu swadaya inisiatif yang terbatas pada masalah yang dapat diatasi dengan menggunakan sumber daya yang hanya ada di dalam masyarakat.
- Martin dan Wilkinson telah menemukan bahwa pemimpin komunitas yang paling aktif terlibat di luar komunitas adalah yang paling berhasil dalam mendapatkan bantuan pemerintahan sipil untuk mendukung inisiatif lokal.
- Swadaya masyarakat membantu upaya untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan dari badan-badan di luar dan di dalam organisasi. Mempekerjakan dukungan eksternal disertai dengan peringatan bahwa masyarakat perlu diatur secara efektif untuk mengejar sumber dukungan eksternal.
- Homogen dan konsensus (kesepakatan) berbasis komunitas
- Masyarakat menjadi lebih heterogen secara sosioekonomi dan dalam segala hal. Pada masyarakat modern, tempat tinggal berdekatan secara geografis kecil menjamin bahwa orang telah berbagi minat, nilai, atau keyakinan. Karena populasi telah menjadi lebih bebas dan kepentingan lebih beragam.
- Penerapan bagi pekerja community development untuk mempromosikan upaya swadaya masyarakat sangat banyak. Swadaya adalah upaya awal yang mungkin perlu ditujukan secara eksplisit untuk menentukan kepentingan bersama yang ada di suatu daerah.
- Percabangan lain bagi pekerja community development adalah untuk memahami dasar konflik kepentingan dan bagaimana konflik tersebut dapat diselesaikan.
Homogen dan Konsensus Berbasis Komunitas
Kelompok kepentingan semi publik, seperti mereka yang peduli dengan perkembangan industri, perlindungan lingkungan dan harga pertanian, memengaruhi bukan hanya apa yang terjadi di wilayah mereka, tetapi apa yang terjadi di masyarakat luas juga.
Perencanaan lokal dan proses pengambilan keputusan menjadi lebih rumit, untuk sebagian besar karena berbagai kelompok kepentingan khusus, termasuk yang didasarkan pada berbagai layanan pemerintah, cenderung memiliki sedikit interaksi dengan satu sama lain dan cenderung untuk mengabdikan partisipasi mereka untuk ketertarikan tertentu, bukan untuk yang berhubungan dengan tempat mereka tinggal.
Flora dan Darling (1986), dalam membahas metode untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk swadaya, menekankan pentingnya menciptakan sebuah organisasi yang memayungi kepentingan berbeda sebagai mekanisme untuk mengidentifikasi dan bekerja pada kepentingan umum dari masyarakat yang lebih besar.
PadadaPada sebagian besar masyarakat, adalah mungkin untuk menemukan sebagian kecil warga yang sangat aktif dalam proyek-proyek komunitas, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Namun masalahnya adalah beberapa orang yang dekat tidak terlibat dan mungkin tidak peduli, memilih untuk menyerahkan hal-hal masyarakat di tangan para pemimpin.
Tetapi ada kemungkinan sama atau lebih besar, bahwa masyarakat mungkin merasa dikecualikan, masukan mereka tidak diperlukan atau diinginkan, atau mereka merasa tidak memiliki keterampilan untuk berpartisipasi. Penting bagi pekerja masyarakat untuk peka terhadap alasan mengapa beberapa orang memilih untuk tidak berpartisipasi. Beberapa orang mungkin menjadi sukarelawan, terutama jika mereka memiliki perasaan bahwa pemimpin tidak tertarik pada partisipasi mereka.
Kelesuan sering ditujukan pada orang lain karena kegagalan mereka untuk berpartisipasi. Penting untuk mengakui bahwa orang mungkin menyadari situasi yang memerlukan perhatian, tetapi mereka mungkin telah menyimpulan bahwa mereka tidak dapat memengaruhi situasi atau ide-ide mereka tidak tepat. Respon yang diprediksi bagi banyak orang adalah sikap apatis. Mengapa repot-repot berpartisipasi jika dianggap membuat sedikit perbedaan?
Perhatian harus diberikan untuk berkembangnya partisipasi di mana non-partisipan bisa merasakan kenyamanan dan tidak ada ancaman. Kurangnya minat sering dapat berfungsi sebagai alasan untuk menutupi ketakutan akan kegagalan seseorang yang dianggap kurang pengetahuan, keterampilan atau kepercayaan.
Kesempatan untuk Berpartisipasi
Setiap orang mempunyai hak untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan yang memengaruhi perkembangan orang itu sendiri. Sayangnya pasal ini tidak dianggap penting di beberapa komunitas. Sebuah komunitas, di dalamnya berlangsung pembuatan keputusan dan aneka aktivitas yang dilakukan oleh segelintir pihak, tampaknya mengabaikan sejarah yang menyinggung tentang keikutsertaan masyarakat di dalamnya.
Dalam sebagian komunitas, orang-orang yang berpengaruh di dalamnya menganggap bahwa sebenarnya keikutsertaan masyarakat bukanlah hal yang penting. Bahkan mereka juga merasa kalau ini adalah ancaman, karena mereka mungkin saja mengambil alih beberapa isu dan arahan yang sudah ditentukan.
Memang tidak mudah untuk menjaga agar sistem pengambilan keputusan itu terbuka. Banyak pihak yang sulit untuk membuka dirinya untuk orang lain di luar komunitasnya untuk ikut serta membuat kebijakan. Apalagi jika terjadi ketidaksepahaman, malah akan menimbulkan konflik. Tapi hal yang harus dicamkan baik-baik adalah, orang-orang pasti akan mendukung pihak yang menemukan jalan keluar atau membuat sebuah solusi yang baik, misalnya opinion leader dalam komunitas itu.
Namun, hal sebaliknya juga perlu diperhatikan, jika warga lain tidak diberi kesempatan untuk memiliki andil dalam sebuah kebijakan, maka komunitas itu akan menghadapi masalah besar. Mereka akan kehilangan dukungan, malahan akan mendapatkan perlawanan.
Pertimbangan Lain untuk Pekerja Komunitas
Pekerja community development sering terjebak dalam tiga dugaan yang berbeda: (1) filosofi community development menekankan pada sebuah partisipasi besar yang ideal, dan norma swadaya; (2) harapan para pekerjanya, apakah si pekerjanya itu pemerintah, universitas, yayasan, atau komunitas itu sendiri; dan (3) harapan komunitas tersebut atau beberapa segmen komunitas.
Sebenarnya, situasi yang ideal adalah ketika ketiganya bertepatan satu sama lain, tetapi para pekerja juga perlu dipersiapkan untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Dilema lainnya terjadi ketika para pekerja lebih mementingkan organisasi kerja mereka yang mempunyai pencapaian yang lebih nyata.
Walaupun tidak ada jalan keluar yang sederhana untuk dilema ini, setiap proyek mewakili kesempatan untuk perluasan yang lebih jauh mengenai dasar partisipasi, dan untuk menekankan serta menanamkan prinsip-prinsip tambahan untuk swadaya, bagi para pekerja community development. Menyelesaikan rintangan-rintangan seperti ini tidak seperti mengerjakan sesuatu yang diselesaikan dengan cepat. Sering disebutkan jika usaha swadaya itu harus dimulai di mana orang itu berada. Benar, namun memulai di tempat orang itu berada bukan berarti menyetujui apapun yang orang lain katakan untuk dilakukan.
Kebijakan Pembangunan sebagai Swadaya
Pendekatan swadaya sering dikaitkan dengan pencapaian proyek yang spesifik atau kegiatan yang merujuk kepada keperluan komunitas yang spesifik. Kebijakan menetapkan arah umum ke mana masyarakat ingin melangkah. Banyak yang akan merespon peluang untuk mendukung inisiatif-inisiatif tertentu atau program yang berasal dari lembaga di luar komunitas. Jadi ada kebutuhan untuk kebijakan masyarakat luas dan yang merumuskan kebijakan ini memberikan kesempatan emas untuk menerapkan prinsip-prinsip partisipasi dan swadaya.
Pengertian Community Development dalam Pendekatan Swadaya
Community Development (pemberdayaan masyarakat) merupakan suatu progam/ proyek yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pengembangan kemandirian (swadaya) masyarakat, melalui peningkatan kapasitas masyarakat, partisipasi masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan.
Pola pemberdayaan masyarakat bukan merupakan kegiatan yang bersifat top-down intervention yang tidak menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk berkegiatan swadaya. Yang paling dibutuhkan masyarakat lapisan bawah adalah pola pemberdayaan bottom-up intervention yang menghargai dan mengakui bahwa masyarakat lapisan bawah memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhannya, memecahkan permasalahannya, serta mampu melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan.
Konsep CD telah banyak dirumuskan di dalam berbagai definisi. Definisi dari PBB menekankan bahwa pembangunan masyarakat merupakan suatu “proses” di mana usaha atau potensi yang dimiliki masyarakat diintegrasikan dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan, dan mengintegrasikan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa, serta memberdayakan mereka agar mampu berkontribusi secara penuh untuk mencapai kemajuan pada level nasional.
Sementara definisi dari US International Cooperation Administration lebih menekankan bahwa konsep pembangunan masyarakat merupakan suatu proses “aksi sosial” di mana masyarakat mengorganisasi diri mereka dalam merencanakan yang akan dikerjakan; merumuskan masalah dan kebutuhan-kebutuhan untuk kepentingan individu maupun bersama; membuat rencana-rencana tersebut didasarkan atas kepercayaan yang tinggi terhadap sumber-sumber yang dimiliki masyarakat, dan jika perlu dapat melengkapi dengan bantuan teknis dan material dari pemerintah dan badan-badan nonpemerintah di luar masyarakat.
Melengkapi kedua definisi di atas, Arthur Dunham seorang pakar Community Development merumuskan definisi yang menekankan bahwa pembangunan masyarakat merupakan usaha-usaha yang terorganisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat untuk mampu bersatu dan mengarahkan diri sendiri. Pembangunan masyarakat bekerja terutama melalui peningkatan dari organisasi-organisasi swadaya dan usaha-usaha bersama dari individu-individu di dalam masyarakat, akan tetapi biasanya dengan bantuan teknis baik dari pemerintah maupun organisasi-organisasi sukarela.
Arthur Dunham membedakan antara “community development” yang lebih berkonotasi dengan pembangunan masyarakat desa dengan “community organization” yang identik dengan pembangunan masyarakat kota.
Lebih lanjut Dunham mengemukakan 4 unsur-unsur CD, sbb:
1. CD merupakan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan. Artinya kegiatan itu dilaksanakan secara terorganisir dan dilaksanakan tahap demi tahap dimulai dari tahap permulaan sampai pada tahap kegiatan tindak lanjut dan evaluasi—follow-up activity and evaluation.
2. CD bertujuan memperbaiki—to improve—kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
3. CD memfokuskan kegiatannya melalui pemberdayaan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga prinsip “to help the community to help themselve” dapat menjadi kenyataan.
4. CD memberikan penekanan pada prinsip kemandirian. Artinya partisipasi aktif dalam bentuk aksi bersama—group action—di dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dilakukan berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat.
CD dengan segala kegiatannya dalam pembangunan menghindari metode kerja “doing for the community”, tetapi mengadopsi metode kerja “doing with the community”. Metode kerja doing for, akan menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung pada bantuan pemerintah atau organisasi-organisasi sukarela pemberi bantuan.
Sebaliknya, metode kerja doing with, merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya—real needs, felt needs dan expected need. Metode kerja doing with, sangat sesuai dengan gagasan besar Ki Hajar Dewantara tentang kepemimpinan pendidikan di Indonesia, “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”, yang berfokus akan perlunya kemandirian yang partisipatif di dalam proses pembangunan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar