RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN …
TENTANG
PENANGANAN FAKIR MISKIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan kehidupan yang
layak dan bermartabat, serta terpenuhi kebutuhan dasarnya, untuk
mencapai kehidupan yang sejahtera lahir dan batin sesuai dengan
tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak-hak dasar warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan
batin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
c. bahwa pembangunan nasional yang selama ini berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, tidak sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat terutama fakir miskin, sehingga diperlukan kebijakan
pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara
menyeluruh, terus-menerus, bertahap, dan berkesinambungan;
d. bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar fakir miskin
masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang
terintergrasi dan terkoordinasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang
tentang Penanganan Fakir Miskin;
Mengingat : Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
2
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kehidupan dirinya
dan/atau keluarganya.
2. Penyelenggaraan Penanganan Fakir Miskin adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam bentuk kebijakan,
program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi
untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.
3. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin
seluruh rakyat, terutama fakir miskin agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
4. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, air bersih, pertanahan, sumber
daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau
ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial politik.
5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang penanganan fakir miskin.
8. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
Pasal 2
Penanganan fakir miskin berasaskan:
a. kemanusiaan;
3
b. keadilan sosial;
c. non-diskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
Pasal 3
Penyelenggaraan penanganan fakir miskin bertujuan untuk:
a. meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar
serta kemampuan berusaha fakir miskin;
b. mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial bagi
fakir miskin untuk memperoleh kesempatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan;
dan
c. memberikan rasa aman bagi kelompok fakir miskin.
BAB II
HAK DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 4
Fakir miskin berhak:
a. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan;
b. memperoleh pelayanan kesehatan;
c. memperoleh pendidikan dasar dan lanjutan yang dapat meningkatkan
martabatnya;
d. mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun,
mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai
dengan karakter budayanya;
e. mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial
dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan
keluarganya.
f. memperoleh derajat kehidupan yang layak;
g. menikmati hidup dan lingkungan yang sehat; dan
h. meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan.
Pasal 5
Fakir miskin bertanggung jawab:
a. menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan yang dapat merusak
kesehatan, kehidupan sosial, dan ekonominya;
4
b. meningkatkan kepedulian dan ketahanan sosial dalam bermasyarakat;
dan
c. memberdayakan dirinya untuk mandiri dan meningkatkan taraf
kesejahteraan serta berpartisipasi dalam upaya penanganan
kemiskinan.
BAB III
PENYELENGGARAAN PENANGANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Penanganan fakir miskin diselenggarakan sebagai satu kesatuan
sistemik yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.
Pasal 7
(1) Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada:
a. perseorangan;
b. keluarga; dan/atau
c.kelompok/masyarakat.
(2) Sasaran penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diprioritaskan kepada:
a. orang lanjut usia terlantar;
b. penyandang cacat fisik;
c. penyandang cacat mental;
d. penderita penyakit kronis; dan/atau
e. orang yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi.
Pasal 8
(1) Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk:
a. bantuan pangan dan sandang;
b. penyediaan pelayanan perumahan dan permukiman;
c. penyediaan pelayanan kesehatan;
d. penyediaan pelayanan pendidikan;
e. penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha;
f. jaminan sosial;
g. penyuluhan dan bimbingan; dan/atau
h. pelayanan sosial.
5
(2) Penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan melalui:
a. pemberdayaan kelembagaan masyarakat sebagai jaminan
terhadap partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar;
b. peningkatan kapasitas fakir miskin untuk mengembangkan
kemampuan dasar dan kemampuan berusaha;
c.jaminan dan perlindungan sosial untuk memberikan rasa aman
bagi fakir miskin yang antara lain disebabkan oleh bencana alam,
dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial; dan
d. kemitraan dan kerjasama antar pemangku kepentingan dan
lembaga internasional.
Bagian Kedua
Pendataan dan Penetapan Fakir Miskin
Paragraf 1
Pendataan
Pasal 9
(1) Untuk dapat melaksanakan penanganan fakir miskin, Pemerintah
dan pemerintah daerah melakukan pendataan yang dibutuhkan bagi
kebijakan penanganan fakir miskin.
(2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
aktif untuk memperoleh data yang akurat.
(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. data fakir miskin berdasarkan sasaran penanganan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
b. data cakupan area kelaparan dan/atau kurang gizi;
c. data kelompok rentan atau kelompok khusus; dan
d. data ketahanan pangan.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemutakhiran data
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setiap tahun.
Paragraf 2
Penetapan
Pasal 10
6
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan fakir miskin
berdasarkan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
huruf a setelah dilakukan verifikasi.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar
bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan
dan/atau pemberdayaan.
Pasal 11
Setiap orang dilarang memalsukan data verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Bagian Ketiga
Bentuk Penanganan
Paragraf 1
Bantuan Pangan dan Sandang
Pasal 12
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan bantuan pangan sebagai upaya pemenuhan standar
gizi bagi fakir miskin agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan bantuan sandang yang layak.
7
Paragraf 2
Perumahan dan Permukiman
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab memberikan
kemudahan kepada fakir miskin untuk menempati rumah negara
atau rumah susun negara yang layak dalam lingkungan yang sehat
dan aman.
(2) Kemudahan untuk menempati rumah negara atau rumah susun
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan bagi fakir
miskin yang tidak berpenghasilan karena melampaui usia produktif,
lansia, dan terlantar.
(3) Pelaksanaan ketentuan mengenai kemudahan menempati rumah
negara atau rumah susun negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 3
Kesehatan
Pasal 14
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi fakir
miskin.
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan upaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang bebas biaya dan bermutu.
(3) Pelaksanaan ketentuan mengenai penyelenggaraan upaya
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 4
Pendidikan
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
memberikan biaya pendidikan, bantuan pendidikan, atau
keterampilan khusus bagi fakir miskin.
(2) Pemberian biaya pendidikan, bantuan pendidikan, atau keterampilan
khusus bagi fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan upaya untuk memperoleh pendidikan yang bebas biaya
dan bermutu.
8
(3) Pelaksanaan ketentuan pemberian biaya pendidikan, bantuan
pendidikan atau pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 5
Penyediaan Akses Kesempatan Kerja dan Berusaha
Pasal 16
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi fakir
miskin.
(2) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui upaya:
a. penyediaan lapangan kerja yang bersifat padat karya;
b. peningkatan akses fakir miskin terhadap pengembangan usaha
mikro, kecil, dan menengah sebagai usaha ekonomi produktif; dan
c. peningkatan akses berusaha melalui Lembaga Keuangan Mikro.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan kesempatan kerja dan berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Jaminan Sosial
Pasal 17
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan jaminan sosial bagi fakir miskin dalam bentuk
asuransi fakir miskin dan bantuan langsung berkelanjutan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 7
Penyuluhan dan Bimbingan
Pasal 18
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan penyuluhan dan bimbingan bagi fakir miskin agar
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam
meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pemberian penyuluhan dan bimbingan diprioritaskan kepada
sasaran penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
(3) Selain kepada sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyuluhan dan bimbingan diberikan kepada:
9
a. para ibu selama periode sebelum hamil, masa kehamilan,
sesudah melahirkan dan menyusui, sehingga dapat melahirkan
generasi yang sehat dan bekualitas;
b. anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan
kesehatan; dan
c. keluarga yang anggotanya tidak mengonsumsi zat adiktif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyuluhan dan
bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Paragraf 8
Pelayanan Sosial
Pasal 19
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan sosial bagi fakir miskin.
(2) Pelayanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan fungsi sosial, aksesibilitas terhadap pelayanan
sosial dasar, dan kualitas hidup fakir miskin.
b. meningkatkan kemampuan, kepedulian masyarakat dalam
pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin secara
melembaga dan berkelanjutan;
c.meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah,
menangani masalah kemiskinan; dan
d. meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan
sosial bagi fakir miskin.
Bagian Keempat
Penanganan khusus bagi kelompok/masyarakat fakir miskin
Pasal 20
Penanganan khusus bagi kelompok/masyarakat fakir miskin
diselenggarakan berdasarkan kekhususan daerah/wilayah yang meliputi:
a. fakir miskin di daerah/wilayah perdesaan
b. fakir miskin di daerah/wilayah perkotaan
c. fakir miskin di kawasan pesisir
d. fakir miskin di daerah/wilayah tertinggal
Pasal 21
Upaya penanganan fakir miskin perdesaan dilakukan melalui:
a. peningkatan pembangunan prasarana transportasi, telekomunikasi
dan listrik;
b. pengembangan pusat layanan informasi perdesaan;
c. pengembangan industri perdesaan; dan
10
d. peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan.
Pasal 22
Upaya penanganan fakir miskin perkotaan dilakukan melalui:
a. penyediaan tempat dan ruang usaha bagi fakir miskin;
b. pengembangan lingkungan permukiman yang sehat dengan
melibatkan masyarakat;
c. penghapusan berbagai aturan yang menghambat pengembangan
usaha,
d. pengembangan forum lintas pelaku; dan
e. peningkatan rasa aman dari tindak kekerasan.
Pasal 23
Upaya penanganan fakir miskin kawasan pesisir dilakukan melalui:
a. peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya nelayan
dan petani ikan kecil;
b. penguatan lembaga dan organisasi masyarakat nelayan;
c. peningkatan dalam pemeliharaan daya dukung serta mutu lingkungan
pesisir dan kelautan; dan
d. peningkatan keamanan berusaha bagi nelayan serta pengamanan
sumberdaya kelautan dan pesisir dari pencurian pihak asing.
Pasal 24
Upaya penanganan fakir miskin yang berada di wilayah tertinggal
dilakukan melalui:
a. pembangunan prasarana dasar listrik, transportasi, jalan, air bersih,
telekomunikasi dan informasi;
b. pengembangan ekonomi lokal bertumpu pada pemanfaatan sumber
daya alam, budaya, adat istiadat dan kearifan lokal secara
berkelanjutan; dan
c. peningkatan perlindungan terhadap aset masyarakat lokal.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan upaya penanganan fakir
miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
11
Bagian Kelima
Penyaluran Bantuan
Pasal 26
(1) Penyaluran bantuan kepada fakir miskin diselenggarakan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah secara komprehensif dan
terkoordinir.
(2) Penyaluran bantuan dapat dilakukan oleh lembaga non-pemerintah.
(3) Penyaluran bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan koordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah setempat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penyaluran bantuan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Pemerintah
Pasal 27
Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, Pemerintah bertugas:
a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir
miskin tingkat nasional;
b. memfasilitasi dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan
strategi penanganan kemiskinan pada tingkat nasional;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi
dalam penanganan fakir miskin pada tingkat nasional;
d. mengevaluasi kebijakan dan strategi penyelenggaraan penanganan
fakir miskin pada tingkat nasional;
e. menyusun dan menyediakan basis data fakir miskin; dan
f. mengalokasikan dana dalam APBN untuk penyelenggaraan
penanganan fakir miskin.
Pasal 28
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,
Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan dan strategi penanganan
fakir miskin pada tingkat nasional.
12
Bagian Kedua
Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 29
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, pemerintah
provinsi bertugas:
a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir
miskin lintas kabupaten/kota;
b. memfasilitasi, mengoordinasi, serta menyosialisasikan
pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin lintas
kabupaten/kota;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, strategi,
dan program dalam penanganan fakir miskin lintas
kabupaten/kota;
d. mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program
penyelenggaraan penanganan fakir miskin lintas kabupaten/kota;
e. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
permukiman lintas kabupaten/kota;
f. mengalokasikan dana dalam APBD untuk penyelenggaraan
penanganan fakir miskin.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Provinsi berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan
program dari tingkat nasional dalam bentuk rencana penanganan
fakir miskin daerah.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 30
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, Pemerintah
Kabupaten/Kota bertugas:
a. melaksanaan pemberdayaan pemangku kepentingan dalam
penanganan fakir miskin pada skala kabupaten/kota;
b. memfasilitasi, mengoordinasikan dan menyosialisasikan
pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan
penanganan kemiskinan, dengan memperhatikan kebijakan
provinsi dan kebijakan nasional;
c. melaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap kebijakan,
strategi, serta program dalam penanganan fakir miskin pada skala
kabupaten/kota;
d. melaksanakan evaluasi terhadap kebijakan serta strategi dan
program pada skala kabupaten/kota;
13
e. menyediakan sarana dan prasarana bagi penanganan fakir
miskin;
f. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
permukiman berbasis kelurahan dan kecamatan;
g. mengalokasikan dana dalam APBD untuk menyelenggarakan
penanganan fakir miskin.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintah kabupaten/kota berwenang menetapkan kebijakan,
strategi, serta program kabupaten/kota dalam penanganan fakir
miskin dalam bentuk rencana aksi penanganan fakir miskin di
daerah.
BAB V
SUMBER DAYA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
Sumber daya penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi:
a. sumber daya manusia;
b. sarana dan prasarana; dan
c. sumber pendanaan.
Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Pasal 32
(1) Sumber daya manusia penyelenggaraan penanganan fakir miskin
terdiri dari:
a. tenaga penanganan fakir miskin;
b. relawan; dan
c. penyuluh.
(2) Tenaga penanganan fakir miskin dan penyuluh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c minimal memiliki
kualifikasi:
a. pendidikan di bidang kesejahteraan;
b. pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan/atau
c. pengalaman melaksanakan pelayanan sosial.
14
Pasal 33
(1) Tenaga penanganan fakir miskin dan penyuluh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dan huruf c dapat
memperoleh:
a. pendidikan;
b. pelatihan;
c. promosi;
d. tunjangan; dan/atau
e. penghargaan.
(2) Relawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b
dapat memperoleh penghargaan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana
Pasal 34
(1) Sarana dan prasarana penyelenggaraan penanganan fakir miskin
meliputi:
a. panti sosial;
b. pusat kesejahteraan sosial;
c. rumah singgah; atau
d. rumah perlindungan sosial.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar minimum sarana dan
prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Sumber Pendanaan
Pasal 35
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan penanganan fakir miskin
meliputi:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. sumbangan masyarakat;
15
d. dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai tanggung jawab
sosial dan lingkungan;
e. bantuan asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
dan
f. sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang undangan.
(2) Pengalokasian sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf f dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Bantuan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa
hibah dan mekanisme penggunaan dan pelaporannya dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
Setiap orang perseorangan dan korporasi dilarang menyalahgunakan
dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1).
Pasal 37
Usaha pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan yang berasal
dari masyarakat bagi kepentingan penanganan fakir miskin selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c dilaksanakan
oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
BAB VI
KOORDINASI DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Koordinasi
Pasal 38
(1) Pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanganan fakir miskin
antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah dan
antarpemerintah daerah.
(2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penangan fakir miskin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
16
(3) Menteri dalam mengoordinasikan kebijakan penanganan fakir miskin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk badan yang
menangani fakir miskin.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tatacara koordinasi
dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Evaluasi
Pasal 39
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
penanganan fakir miskin.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah membangun sistem pengawasan
dan evaluasi yang terpadu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem pengawasan dan
evaluasi yang terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan dan
pengawasan penanganan fakir miskin.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. perorangan;
b. keluarga;
c. kelompok;
d. organisasi sosial;
e. yayasan;
f. lembaga swadaya masyarakat;
g. organisasi profesi;
h. pelaku usaha; dan/atau
i. organisasi kemasyarakatan.
(3) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h
berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan
masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial
terhadap penanganan fakir miskin.
17
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 41
Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 10, dipidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 42
(1) Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 36,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
(2) Korporasi yang melanggar ketentuan Pasal 36 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur mengenai penanganan fakir
miskin dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
18
Pasal 44
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ....
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ….
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN… NOMOR….
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN …
TENTANG
PENANGANAN FAKIR MISKIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan kehidupan yang
layak dan bermartabat, serta terpenuhi kebutuhan dasarnya, untuk
mencapai kehidupan yang sejahtera lahir dan batin sesuai dengan
tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan
memenuhi hak-hak dasar warga negara untuk hidup sejahtera lahir dan
batin secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;
c. bahwa pembangunan nasional yang selama ini berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi, tidak sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat terutama fakir miskin, sehingga diperlukan kebijakan
pembangunan nasional yang berpihak pada fakir miskin secara
menyeluruh, terus-menerus, bertahap, dan berkesinambungan;
d. bahwa pengaturan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar fakir miskin
masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan,
sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin yang
terintergrasi dan terkoordinasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang
tentang Penanganan Fakir Miskin;
Mengingat : Pasal 20 ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
2
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai
sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kehidupan dirinya
dan/atau keluarganya.
2. Penyelenggaraan Penanganan Fakir Miskin adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam bentuk kebijakan,
program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi
untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.
3. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin
seluruh rakyat, terutama fakir miskin agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
4. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, air bersih, pertanahan, sumber
daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau
ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan sosial politik.
5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang penanganan fakir miskin.
8. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
Pasal 2
Penanganan fakir miskin berasaskan:
a. kemanusiaan;
3
b. keadilan sosial;
c. non-diskriminasi;
d. kesejahteraan;
e. kesetiakawanan; dan
f. pemberdayaan.
Pasal 3
Penyelenggaraan penanganan fakir miskin bertujuan untuk:
a. meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar
serta kemampuan berusaha fakir miskin;
b. mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik, dan sosial bagi
fakir miskin untuk memperoleh kesempatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan;
dan
c. memberikan rasa aman bagi kelompok fakir miskin.
BAB II
HAK DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 4
Fakir miskin berhak:
a. memperoleh kecukupan pangan, sandang, dan perumahan;
b. memperoleh pelayanan kesehatan;
c. memperoleh pendidikan dasar dan lanjutan yang dapat meningkatkan
martabatnya;
d. mendapatkan perlindungan sosial dalam membangun,
mengembangkan, dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai
dengan karakter budayanya;
e. mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi sosial
dalam membangun, mengembangkan, dan memberdayakan diri dan
keluarganya.
f. memperoleh derajat kehidupan yang layak;
g. menikmati hidup dan lingkungan yang sehat; dan
h. meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan.
Pasal 5
Fakir miskin bertanggung jawab:
a. menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan yang dapat merusak
kesehatan, kehidupan sosial, dan ekonominya;
4
b. meningkatkan kepedulian dan ketahanan sosial dalam bermasyarakat;
dan
c. memberdayakan dirinya untuk mandiri dan meningkatkan taraf
kesejahteraan serta berpartisipasi dalam upaya penanganan
kemiskinan.
BAB III
PENYELENGGARAAN PENANGANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Penanganan fakir miskin diselenggarakan sebagai satu kesatuan
sistemik yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.
Pasal 7
(1) Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada:
a. perseorangan;
b. keluarga; dan/atau
c.kelompok/masyarakat.
(2) Sasaran penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diprioritaskan kepada:
a. orang lanjut usia terlantar;
b. penyandang cacat fisik;
c. penyandang cacat mental;
d. penderita penyakit kronis; dan/atau
e. orang yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi.
Pasal 8
(1) Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk:
a. bantuan pangan dan sandang;
b. penyediaan pelayanan perumahan dan permukiman;
c. penyediaan pelayanan kesehatan;
d. penyediaan pelayanan pendidikan;
e. penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha;
f. jaminan sosial;
g. penyuluhan dan bimbingan; dan/atau
h. pelayanan sosial.
5
(2) Penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan melalui:
a. pemberdayaan kelembagaan masyarakat sebagai jaminan
terhadap partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam upaya
pemenuhan kebutuhan dasar;
b. peningkatan kapasitas fakir miskin untuk mengembangkan
kemampuan dasar dan kemampuan berusaha;
c.jaminan dan perlindungan sosial untuk memberikan rasa aman
bagi fakir miskin yang antara lain disebabkan oleh bencana alam,
dampak negatif krisis ekonomi, dan konflik sosial; dan
d. kemitraan dan kerjasama antar pemangku kepentingan dan
lembaga internasional.
Bagian Kedua
Pendataan dan Penetapan Fakir Miskin
Paragraf 1
Pendataan
Pasal 9
(1) Untuk dapat melaksanakan penanganan fakir miskin, Pemerintah
dan pemerintah daerah melakukan pendataan yang dibutuhkan bagi
kebijakan penanganan fakir miskin.
(2) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
aktif untuk memperoleh data yang akurat.
(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. data fakir miskin berdasarkan sasaran penanganan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
b. data cakupan area kelaparan dan/atau kurang gizi;
c. data kelompok rentan atau kelompok khusus; dan
d. data ketahanan pangan.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemutakhiran data
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setiap tahun.
Paragraf 2
Penetapan
Pasal 10
6
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan fakir miskin
berdasarkan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
huruf a setelah dilakukan verifikasi.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar
bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan
dan/atau pemberdayaan.
Pasal 11
Setiap orang dilarang memalsukan data verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Bagian Ketiga
Bentuk Penanganan
Paragraf 1
Bantuan Pangan dan Sandang
Pasal 12
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan bantuan pangan sebagai upaya pemenuhan standar
gizi bagi fakir miskin agar memperoleh derajat kesehatan yang
optimal.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyediakan bantuan sandang yang layak.
7
Paragraf 2
Perumahan dan Permukiman
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab memberikan
kemudahan kepada fakir miskin untuk menempati rumah negara
atau rumah susun negara yang layak dalam lingkungan yang sehat
dan aman.
(2) Kemudahan untuk menempati rumah negara atau rumah susun
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan bagi fakir
miskin yang tidak berpenghasilan karena melampaui usia produktif,
lansia, dan terlantar.
(3) Pelaksanaan ketentuan mengenai kemudahan menempati rumah
negara atau rumah susun negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 3
Kesehatan
Pasal 14
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi fakir
miskin.
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan upaya untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang bebas biaya dan bermutu.
(3) Pelaksanaan ketentuan mengenai penyelenggaraan upaya
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 4
Pendidikan
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
memberikan biaya pendidikan, bantuan pendidikan, atau
keterampilan khusus bagi fakir miskin.
(2) Pemberian biaya pendidikan, bantuan pendidikan, atau keterampilan
khusus bagi fakir miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan upaya untuk memperoleh pendidikan yang bebas biaya
dan bermutu.
8
(3) Pelaksanaan ketentuan pemberian biaya pendidikan, bantuan
pendidikan atau pelayanan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 5
Penyediaan Akses Kesempatan Kerja dan Berusaha
Pasal 16
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi fakir
miskin.
(2) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui upaya:
a. penyediaan lapangan kerja yang bersifat padat karya;
b. peningkatan akses fakir miskin terhadap pengembangan usaha
mikro, kecil, dan menengah sebagai usaha ekonomi produktif; dan
c. peningkatan akses berusaha melalui Lembaga Keuangan Mikro.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan kesempatan kerja dan berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Jaminan Sosial
Pasal 17
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan jaminan sosial bagi fakir miskin dalam bentuk
asuransi fakir miskin dan bantuan langsung berkelanjutan.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 7
Penyuluhan dan Bimbingan
Pasal 18
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan penyuluhan dan bimbingan bagi fakir miskin agar
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam
meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pemberian penyuluhan dan bimbingan diprioritaskan kepada
sasaran penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
(3) Selain kepada sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyuluhan dan bimbingan diberikan kepada:
9
a. para ibu selama periode sebelum hamil, masa kehamilan,
sesudah melahirkan dan menyusui, sehingga dapat melahirkan
generasi yang sehat dan bekualitas;
b. anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang, pendidikan dan
kesehatan; dan
c. keluarga yang anggotanya tidak mengonsumsi zat adiktif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyuluhan dan
bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Paragraf 8
Pelayanan Sosial
Pasal 19
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan sosial bagi fakir miskin.
(2) Pelayanan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. meningkatkan fungsi sosial, aksesibilitas terhadap pelayanan
sosial dasar, dan kualitas hidup fakir miskin.
b. meningkatkan kemampuan, kepedulian masyarakat dalam
pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin secara
melembaga dan berkelanjutan;
c.meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah,
menangani masalah kemiskinan; dan
d. meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan
sosial bagi fakir miskin.
Bagian Keempat
Penanganan khusus bagi kelompok/masyarakat fakir miskin
Pasal 20
Penanganan khusus bagi kelompok/masyarakat fakir miskin
diselenggarakan berdasarkan kekhususan daerah/wilayah yang meliputi:
a. fakir miskin di daerah/wilayah perdesaan
b. fakir miskin di daerah/wilayah perkotaan
c. fakir miskin di kawasan pesisir
d. fakir miskin di daerah/wilayah tertinggal
Pasal 21
Upaya penanganan fakir miskin perdesaan dilakukan melalui:
a. peningkatan pembangunan prasarana transportasi, telekomunikasi
dan listrik;
b. pengembangan pusat layanan informasi perdesaan;
c. pengembangan industri perdesaan; dan
10
d. peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan.
Pasal 22
Upaya penanganan fakir miskin perkotaan dilakukan melalui:
a. penyediaan tempat dan ruang usaha bagi fakir miskin;
b. pengembangan lingkungan permukiman yang sehat dengan
melibatkan masyarakat;
c. penghapusan berbagai aturan yang menghambat pengembangan
usaha,
d. pengembangan forum lintas pelaku; dan
e. peningkatan rasa aman dari tindak kekerasan.
Pasal 23
Upaya penanganan fakir miskin kawasan pesisir dilakukan melalui:
a. peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, khususnya nelayan
dan petani ikan kecil;
b. penguatan lembaga dan organisasi masyarakat nelayan;
c. peningkatan dalam pemeliharaan daya dukung serta mutu lingkungan
pesisir dan kelautan; dan
d. peningkatan keamanan berusaha bagi nelayan serta pengamanan
sumberdaya kelautan dan pesisir dari pencurian pihak asing.
Pasal 24
Upaya penanganan fakir miskin yang berada di wilayah tertinggal
dilakukan melalui:
a. pembangunan prasarana dasar listrik, transportasi, jalan, air bersih,
telekomunikasi dan informasi;
b. pengembangan ekonomi lokal bertumpu pada pemanfaatan sumber
daya alam, budaya, adat istiadat dan kearifan lokal secara
berkelanjutan; dan
c. peningkatan perlindungan terhadap aset masyarakat lokal.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan upaya penanganan fakir
miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 24
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
11
Bagian Kelima
Penyaluran Bantuan
Pasal 26
(1) Penyaluran bantuan kepada fakir miskin diselenggarakan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah secara komprehensif dan
terkoordinir.
(2) Penyaluran bantuan dapat dilakukan oleh lembaga non-pemerintah.
(3) Penyaluran bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan koordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah setempat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penyaluran bantuan
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Pemerintah
Pasal 27
Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, Pemerintah bertugas:
a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir
miskin tingkat nasional;
b. memfasilitasi dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan
strategi penanganan kemiskinan pada tingkat nasional;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi
dalam penanganan fakir miskin pada tingkat nasional;
d. mengevaluasi kebijakan dan strategi penyelenggaraan penanganan
fakir miskin pada tingkat nasional;
e. menyusun dan menyediakan basis data fakir miskin; dan
f. mengalokasikan dana dalam APBN untuk penyelenggaraan
penanganan fakir miskin.
Pasal 28
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,
Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan dan strategi penanganan
fakir miskin pada tingkat nasional.
12
Bagian Kedua
Pemerintah Daerah Provinsi
Pasal 29
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, pemerintah
provinsi bertugas:
a. memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir
miskin lintas kabupaten/kota;
b. memfasilitasi, mengoordinasi, serta menyosialisasikan
pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin lintas
kabupaten/kota;
c. mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, strategi,
dan program dalam penanganan fakir miskin lintas
kabupaten/kota;
d. mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program
penyelenggaraan penanganan fakir miskin lintas kabupaten/kota;
e. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
permukiman lintas kabupaten/kota;
f. mengalokasikan dana dalam APBD untuk penyelenggaraan
penanganan fakir miskin.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Provinsi berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan
program dari tingkat nasional dalam bentuk rencana penanganan
fakir miskin daerah.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 30
(1) Dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin, Pemerintah
Kabupaten/Kota bertugas:
a. melaksanaan pemberdayaan pemangku kepentingan dalam
penanganan fakir miskin pada skala kabupaten/kota;
b. memfasilitasi, mengoordinasikan dan menyosialisasikan
pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan
penanganan kemiskinan, dengan memperhatikan kebijakan
provinsi dan kebijakan nasional;
c. melaksanaan pengawasan dan pengendalian terhadap kebijakan,
strategi, serta program dalam penanganan fakir miskin pada skala
kabupaten/kota;
d. melaksanakan evaluasi terhadap kebijakan serta strategi dan
program pada skala kabupaten/kota;
13
e. menyediakan sarana dan prasarana bagi penanganan fakir
miskin;
f. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
permukiman berbasis kelurahan dan kecamatan;
g. mengalokasikan dana dalam APBD untuk menyelenggarakan
penanganan fakir miskin.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemerintah kabupaten/kota berwenang menetapkan kebijakan,
strategi, serta program kabupaten/kota dalam penanganan fakir
miskin dalam bentuk rencana aksi penanganan fakir miskin di
daerah.
BAB V
SUMBER DAYA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
Sumber daya penyelenggaraan penanganan fakir miskin meliputi:
a. sumber daya manusia;
b. sarana dan prasarana; dan
c. sumber pendanaan.
Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Pasal 32
(1) Sumber daya manusia penyelenggaraan penanganan fakir miskin
terdiri dari:
a. tenaga penanganan fakir miskin;
b. relawan; dan
c. penyuluh.
(2) Tenaga penanganan fakir miskin dan penyuluh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c minimal memiliki
kualifikasi:
a. pendidikan di bidang kesejahteraan;
b. pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan/atau
c. pengalaman melaksanakan pelayanan sosial.
14
Pasal 33
(1) Tenaga penanganan fakir miskin dan penyuluh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dan huruf c dapat
memperoleh:
a. pendidikan;
b. pelatihan;
c. promosi;
d. tunjangan; dan/atau
e. penghargaan.
(2) Relawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b
dapat memperoleh penghargaan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana
Pasal 34
(1) Sarana dan prasarana penyelenggaraan penanganan fakir miskin
meliputi:
a. panti sosial;
b. pusat kesejahteraan sosial;
c. rumah singgah; atau
d. rumah perlindungan sosial.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar minimum sarana dan
prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Sumber Pendanaan
Pasal 35
(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan penanganan fakir miskin
meliputi:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. sumbangan masyarakat;
15
d. dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai tanggung jawab
sosial dan lingkungan;
e. bantuan asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
dan
f. sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan
perundang undangan.
(2) Pengalokasian sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf f dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Bantuan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa
hibah dan mekanisme penggunaan dan pelaporannya dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
Setiap orang perseorangan dan korporasi dilarang menyalahgunakan
dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1).
Pasal 37
Usaha pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan yang berasal
dari masyarakat bagi kepentingan penanganan fakir miskin selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c dilaksanakan
oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
BAB VI
KOORDINASI DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Koordinasi
Pasal 38
(1) Pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanganan fakir miskin
antarinstansi Pemerintah dengan pemerintah daerah dan
antarpemerintah daerah.
(2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penangan fakir miskin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.
16
(3) Menteri dalam mengoordinasikan kebijakan penanganan fakir miskin
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk badan yang
menangani fakir miskin.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tatacara koordinasi
dalam penyelenggaraan penanganan fakir miskin diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Evaluasi
Pasal 39
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
penanganan fakir miskin.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah membangun sistem pengawasan
dan evaluasi yang terpadu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem pengawasan dan
evaluasi yang terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan dan
pengawasan penanganan fakir miskin.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. perorangan;
b. keluarga;
c. kelompok;
d. organisasi sosial;
e. yayasan;
f. lembaga swadaya masyarakat;
g. organisasi profesi;
h. pelaku usaha; dan/atau
i. organisasi kemasyarakatan.
(3) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h
berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan
masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial
terhadap penanganan fakir miskin.
17
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 41
Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 10, dipidana penjara
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan
denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 42
(1) Setiap orang perseorangan yang melanggar ketentuan Pasal 36,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
(2) Korporasi yang melanggar ketentuan Pasal 36 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur mengenai penanganan fakir
miskin dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
18
Pasal 44
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ....
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ….
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN… NOMOR….
Tidak ada komentar :
Posting Komentar